Kamis, 17 Januari 2019

Puluhan Ribu Kelelawar di Australia Mati dalam Waktu 2 Hari


PT Kontak Perkasa - Pada bulan November tahun lalu, suhu panas di Australia menewaskan sepertiga kelelawar jenis kalong kacamata hanya dalam jangka waktu dua hari, kata para peneliti.

Kelelawar pemakan buah itu tidak sanggup bertahan pada temperatur di atas 42 derajat Celcius.

Di kota Cairns, penduduk menyaksikan kelelawar jatuh dari pohon-pohon ke halaman belakang rumah, kolam renang, dan ke tempat-tempat lain.

"Fenomena itu sangat menyedihkan," kata salah satu penyelamat, David White.

'Dampak yang sangat besar'

Minggu lalu, peneliti dari Universitas Western Sydney mengatakan bahwa 23.000 kelelawar mati pada tanggal 26 hingga 27 November.

Jumlah itu dihitung para relawan di tujuh sarang kelelawar sesaat setelah terjadi gelombang panas.

Peneliti Dr Justin Welbergen, seorang ahli ekologi, mengatakan dampak dari gelombang panas bisa lebih besar -mungkin sekitar 30.000 ekor kelelawar sudah tewas- karena beberapa tempat kelelawar biasa bersarang belum dimonitor.

Sebelumnya, pemerintah Australia memperkirakan bahwa sebelum bulan November, terdapat sekitar 75.000 kalong kaca mata di Australia.

"Hal seperti ini belum pernah terjadi di Australia bagian utara sejak manusia bermukim di sana," kata Dr Welbergen, yang juga presiden untuk Perkumpulan Kelelawar Australasian, sebuah organisasi konservasi nirlaba.

Tradisi ganjil makan daging 'menakutkan' di Sulawesi Utara dan harga lingkungannya
Joel Sartore: Pria yang membuat studio foto untuk binatang yang terancam punah
Tikus atau kelinci? Hewan langka -dan lucu- yang dilepas-liarkan lagi setelah 100 tahun
Kelelawar, yang sekeliling matanya berwarna terang, sehingga dinamai kalong kacamata- juga dapat ditemukan di Papua New Guinea, Indonesia dan Kepulauan Solomon.

Di Australia, spesies ini hanya dapat ditemukan di hutan hujan di kawasan Queensland, di mana mereka menolong proses penyerbukan pohon-pohon.

Welbergen mengatakan sekitar 10.000 kelelawar jenis lain, yaitu kelelawar hitam, juga mati karena suhu panas dalam dua hari itu.

Kelelawar sering mengalami stres akibat suhu di atas 42 derajat celcius, kata peneliti. Selama gelombang panas di bulan November, suhu terpanas di Cairn bahkan mencapai 42,6 derajat Celcius.

'Peringatan bahaya perubahan iklim'
Tidak hanya kelelawar yang sensitif terhadap suhu panas, kata para peneliti.

Namun, karena mereka sering bergerombol dalam jumlah besar di kawasan perkotaan, kematian mereka sangat mencolok.

"Hal ini harus membuat kita waspada kepada nasib binatang-binatang lain yang hidup di tempat tertutup dan terpisah dari makhluk hidup lainnya," ujar Welbergen.

Dia melihat kelelawar sebagai penanda bahaya untuk perubahan iklim.

"Data yang ada memperlihatkan bahwa suhu panas ini memiliki dampak yang serius pada spesies-spesies [binatang]. Proyeksi perubahan iklim memperlihatkan hal ini [suhu panas] akan meningkat di masa mendatang."

Upaya perlindungan

Para peneliti sudah sejak lama khawatir dengan keberlangsungan hidup kalong kacamata.

Populasinya telah berkurang lebih dari setengahnya dalam satu dekade terakhir, kata Dr David Westcott, yang mengetuai Program Pemantauan Kelelawar Nasional.

Di masa lalu, kematian massal suatu populasi sering dikaitkan dengan siklon. Namun, beberapa tahun belakangan ini, gelombang panas telah menjadi ancaman yang besar, kata Westcott.

"Kami sangat khawatir. Telah terjadi penurunan populasi untuk spesies yang tidak mengalami ancaman apapun di luar masalah cuaca," katanya kepada BBC.

Sebelum gelombang panas di bulan November, para ahli konservasi melobi pemerintah Australia untuk mengubah klasifikasi spesies kelelawar itu dari status "rentan" ke "dalam bahaya"- sebuah upaya yang diyakini dapat memperkuat usaha untuk menyelamatkan hewan tersebut.

Secara global, spesies kalong kacamata masuk dalam kategori hewan yang diberi kategori "berisiko rendah" (least concern) oleh Kelompok konservasi terkemuka dunia, International Union for the Conservation of Nature ( IUCN). Status itu diberikan kepada hewan yang tidak termasuk ke dalam spesies terancam atau mendekati terancam punah.

Para peneliti khawatir bahwa antipati ini akan menghalangi upaya konservasi. Keengganan ini mungkin muncul karena banyak orang yang takut akan terjangkit penyakit dari kelelawar. Beberapa pihak juga merasa suara kelelawar terlalu berisik.

Minggu ini, saat terjadi gelombang panas di New South Wales, pemerintah mengingatkan orang-orang untuk tidak mendekati kelelawar karena agresivitas binatang itu.

"Kelelawar dianggap sebagai tikus yang terbang di langit, jadi upaya untuk pelestariannya sangat sulit," kata Westcott.

"Kamu dapat melihat orang-orang yang malah senang saat melihat kelelawar bergeletakan di tanah saat gelombang panas." - PT Kontak Perkasa

Sumber : detik.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar