Kontak Perkasa Futures - Ada sebuah kapal besar yang menjadi buronan dunia karena telah melakukan penangkapan ikan secara ilegal. Bahkan, kapal tersebut berhasil lolos dari upaya-upaya penangkapan.
Kapal tersebut dikenal dengan nama Andrey Dolgov atau STS-50. Kapal ini juga memiliki bendera yang banyak. Banyak aksi ilegal pula yang membuat kapal ini sering lolos dari aksi penangkapan.
Pada akhirnya, seluruh dunia memiliki misi yang sama yakni menangkap kapal pencuri ikan yang sudah memberikan kerugian besar terhadap sumber daya laut, baik dari sisi nilai, cadangan ikan, industri, hingga kepercayaan masyarakat.
Kurang lebih 10 tahun meraup ikan dengan ilegal, akhirnya Andrey Dogov tertangkap di perairan Indonesia. Bagaimana kisah penangkapannya?
Pada suatu sore, kapal Andrey Dolgov mati-matian melarikan diri dari kapal patroli angkatan laut (AL) Indonesia yang bersenjata lengkap. Bahkan, pergerakan kapal pencuri ini diintai oleh pesawat tak berawak yang terus berputar-putar di atasnya, hingga akhirnya kapal AL Indonesia berhasil membuat kapal pencuri ikan ini menyerah. Pengerjaran berlangsung dramatis.
Kapal Andrey Dolgov atau yang dikenal dengan STS-50 dan Sea Breez 1 ini telah menjarah sumber daya lautan yang paling berharga, yaitu ikan. Kegiatannya ini bagian dari jaringan kriminal internasional terorganisir yang tumbuh subur di antara garis hukum maritim dengan pejabat korupsi.
Operasi penangkapan kapal dan awaknya merupakan buah kerja sama antara polisi dan otoritas maritim, berbulan-bulan melakukan pekerjaan yang melelahkan dengan pelacakan satelit.
"Kapten dan kru terkejut telah ditangkap," kata Andreas Aditya Salim, bagian dari gugus tugas kepresidenan di Indonesia yang memimpin operasi untuk menjerat Andrey Dolgov.
Ketika para perwira angkatan laut Indonesia naik ke kapal tersebut yang ditangkap di Selat Malaka, tepatnya di jalur pelayaran utama antara Semenanjung Melayu dan Pulau Sumatera, ditemukan setumpuk jaring-jaring besar berulir halus yan merentang hingga 18 mil atau setara 29 km jika digunakan.
Dalam satu kali operasi dimungkinkan jaring yang berada di atas kapal mampu menangkap ikan senilai US$ 6 juta atau setara £ 4,56 juta. Penangkapan dilakukan secara ilegal, dan hasilnya dibawa ke darat untuk dijual di pasar gelap atau dicampur dengan hasil tangkapan legal. Sehingga, ikan-ikan tersebut berakhir di rak supermarket, meja restoran, dan meja makan masyarakat.
Kapal tersebut dikenal dengan nama Andrey Dolgov atau STS-50. Kapal ini juga memiliki bendera yang banyak. Banyak aksi ilegal pula yang membuat kapal ini sering lolos dari aksi penangkapan.
Pada akhirnya, seluruh dunia memiliki misi yang sama yakni menangkap kapal pencuri ikan yang sudah memberikan kerugian besar terhadap sumber daya laut, baik dari sisi nilai, cadangan ikan, industri, hingga kepercayaan masyarakat.
Kurang lebih 10 tahun meraup ikan dengan ilegal, akhirnya Andrey Dogov tertangkap di perairan Indonesia. Bagaimana kisah penangkapannya?
Pada suatu sore, kapal Andrey Dolgov mati-matian melarikan diri dari kapal patroli angkatan laut (AL) Indonesia yang bersenjata lengkap. Bahkan, pergerakan kapal pencuri ini diintai oleh pesawat tak berawak yang terus berputar-putar di atasnya, hingga akhirnya kapal AL Indonesia berhasil membuat kapal pencuri ikan ini menyerah. Pengerjaran berlangsung dramatis.
Kapal Andrey Dolgov atau yang dikenal dengan STS-50 dan Sea Breez 1 ini telah menjarah sumber daya lautan yang paling berharga, yaitu ikan. Kegiatannya ini bagian dari jaringan kriminal internasional terorganisir yang tumbuh subur di antara garis hukum maritim dengan pejabat korupsi.
Operasi penangkapan kapal dan awaknya merupakan buah kerja sama antara polisi dan otoritas maritim, berbulan-bulan melakukan pekerjaan yang melelahkan dengan pelacakan satelit.
"Kapten dan kru terkejut telah ditangkap," kata Andreas Aditya Salim, bagian dari gugus tugas kepresidenan di Indonesia yang memimpin operasi untuk menjerat Andrey Dolgov.
Ketika para perwira angkatan laut Indonesia naik ke kapal tersebut yang ditangkap di Selat Malaka, tepatnya di jalur pelayaran utama antara Semenanjung Melayu dan Pulau Sumatera, ditemukan setumpuk jaring-jaring besar berulir halus yan merentang hingga 18 mil atau setara 29 km jika digunakan.
Dalam satu kali operasi dimungkinkan jaring yang berada di atas kapal mampu menangkap ikan senilai US$ 6 juta atau setara £ 4,56 juta. Penangkapan dilakukan secara ilegal, dan hasilnya dibawa ke darat untuk dijual di pasar gelap atau dicampur dengan hasil tangkapan legal. Sehingga, ikan-ikan tersebut berakhir di rak supermarket, meja restoran, dan meja makan masyarakat.
Kapal Andrey Dolgov atau yang dikenal dengan STS-50 dan Sea Breez 1 ini telah menjarah sumber daya lautan yang paling berharga, yaitu ikan.
Operasi penangkapan kapal dan awaknya merupakan buah kerja sama antara polisi dan otoritas maritim, berbulan-bulan melakukan pekerjaan detektif yang melelahkan dengan pelacakan satelit.
Selama 10 tahun atau lebih, diperkirakan telah beroperasi secara ilegal, kapal Andrey Dolgov diperkirakan telah menjarah ikan senilai $ 50 juta (£ 38 juta) atau setara Rp 725 miliar dari lautan. Dengan uang sebanyak itu, bisa dilihat bahwa penangkapan ikan secara ilegal menjadi usaha yang menggoda bagi organisasi kriminal.
"Kapal-kapal ini beroperasi di perairan internasional di luar yurisdiksi negara," kata Alistair McDonnell, bagian dari tim kejahatan perikanan di Interpol yang membantu mengoordinasikan perburuan Andrey Dolgov.
"Ini adalah sesuatu yang dieksploitasi penjahat," tambah dia.
Andrey Dolgov awalnya bukan kapal penangkap ikan ilegal. Kapal yang dibangun pada tahun 1985 ini memiliki panjang 54 meter (178ft). Awalnya, kapal ini dibangun sebagai kapal nelayan tuna longline di galangan kapal Kanasashi Zosen di pelabuhan Shimizu, Jepang.
Kapal berkapasitas 570 ton ini berlayar sebagai Shinsei Maru No 2 selama bertahun-tahun di bawah bendera Jepang. Wilayah pengoperasiannya di Pasifik dan Samudera Hindia untuk perusahaan makanan laut Jepang Maruha Nichiro Corporation.
Kemudian setalah tahun 1995, kapal tersebut telah berpindah tangan beberapa kali yang pada akhirnya berlayar di bawah bendera Filipina sebagai Sun Tai 2 hingga sekitar 2008 ketika bergabung dengan armada perikanan Republik Korea.
Di antara tahun 2008 dan 2015, kapal itu telah disiapkan kembali sebagai perahu penangkap ikan di Antartika, yang mampu beroperasi di Samudera Selatan yang liar dan mampu menyimpan ikan untuk waktu yang lama di atas kapal.
Pada akhirnya, kapal tersebut dicurigai telah menangkap ikan secara ilegal selama 10 tahun, kapal itu mencuri perhatian pihak berwenang internasional pada Oktober 2016, ketika para pejabat China menemukannya sedang berusaha membongkar muatan ikan yang telah ditangkap secara ilegal.
Sekarang kapal itu disebut Andrey Dolgov dan mengibarkan bendera Kamboja, dioperasikan oleh perusahaan yang terdaftar di Belize. Setahun sebelumnya telah difoto di lepas pantai Punta Arena, di ujung selatan wilayah Patagonian Chili, menunjukkan telah memancing di Samudra Selatan.
Pada Januari 2017 kapal telah berganti nama menjadi Sea Breez 1 di bawah bendera Togo. Kapal ini berpindah dari pelabuhan satu ke pelabuhan lainnya dengan dokumen palsu, setidaknya ada beberapa bendera yang digunakan oleh kapal itu, antara lain Nigeria dan Bolivia.
Akhirnya, pada bulan Februari 2018, pihak berwenang menangkap Andrey Dolgov lagi di sebuah pelabuhan di Madagaskar ketika kapten kapal yang mengaku sebagai STS-50 memberikan nomor Organisasi Kelautan Internasional palsu. - Kontak Perkasa Futures
Operasi penangkapan kapal dan awaknya merupakan buah kerja sama antara polisi dan otoritas maritim, berbulan-bulan melakukan pekerjaan detektif yang melelahkan dengan pelacakan satelit.
Selama 10 tahun atau lebih, diperkirakan telah beroperasi secara ilegal, kapal Andrey Dolgov diperkirakan telah menjarah ikan senilai $ 50 juta (£ 38 juta) atau setara Rp 725 miliar dari lautan. Dengan uang sebanyak itu, bisa dilihat bahwa penangkapan ikan secara ilegal menjadi usaha yang menggoda bagi organisasi kriminal.
"Kapal-kapal ini beroperasi di perairan internasional di luar yurisdiksi negara," kata Alistair McDonnell, bagian dari tim kejahatan perikanan di Interpol yang membantu mengoordinasikan perburuan Andrey Dolgov.
"Ini adalah sesuatu yang dieksploitasi penjahat," tambah dia.
Andrey Dolgov awalnya bukan kapal penangkap ikan ilegal. Kapal yang dibangun pada tahun 1985 ini memiliki panjang 54 meter (178ft). Awalnya, kapal ini dibangun sebagai kapal nelayan tuna longline di galangan kapal Kanasashi Zosen di pelabuhan Shimizu, Jepang.
Kapal berkapasitas 570 ton ini berlayar sebagai Shinsei Maru No 2 selama bertahun-tahun di bawah bendera Jepang. Wilayah pengoperasiannya di Pasifik dan Samudera Hindia untuk perusahaan makanan laut Jepang Maruha Nichiro Corporation.
Kemudian setalah tahun 1995, kapal tersebut telah berpindah tangan beberapa kali yang pada akhirnya berlayar di bawah bendera Filipina sebagai Sun Tai 2 hingga sekitar 2008 ketika bergabung dengan armada perikanan Republik Korea.
Di antara tahun 2008 dan 2015, kapal itu telah disiapkan kembali sebagai perahu penangkap ikan di Antartika, yang mampu beroperasi di Samudera Selatan yang liar dan mampu menyimpan ikan untuk waktu yang lama di atas kapal.
Pada akhirnya, kapal tersebut dicurigai telah menangkap ikan secara ilegal selama 10 tahun, kapal itu mencuri perhatian pihak berwenang internasional pada Oktober 2016, ketika para pejabat China menemukannya sedang berusaha membongkar muatan ikan yang telah ditangkap secara ilegal.
Sekarang kapal itu disebut Andrey Dolgov dan mengibarkan bendera Kamboja, dioperasikan oleh perusahaan yang terdaftar di Belize. Setahun sebelumnya telah difoto di lepas pantai Punta Arena, di ujung selatan wilayah Patagonian Chili, menunjukkan telah memancing di Samudra Selatan.
Pada Januari 2017 kapal telah berganti nama menjadi Sea Breez 1 di bawah bendera Togo. Kapal ini berpindah dari pelabuhan satu ke pelabuhan lainnya dengan dokumen palsu, setidaknya ada beberapa bendera yang digunakan oleh kapal itu, antara lain Nigeria dan Bolivia.
Akhirnya, pada bulan Februari 2018, pihak berwenang menangkap Andrey Dolgov lagi di sebuah pelabuhan di Madagaskar ketika kapten kapal yang mengaku sebagai STS-50 memberikan nomor Organisasi Kelautan Internasional palsu. - Kontak Perkasa Futures
Sumber : detik.com