PT Kontak Perkasa - Bawaslu DIY memeriksa pelapor, terlapor dan dua orang saksi dalam kasus dugaan politik uang dengan barang bukti Rp 1,5 miliar. Kasus ini mengemuka setelah Polda DIY melakukan OTT terhadap pelaku di Sleman pada 16 April lalu atau malam sebelum coblosan.
"Kita lagi memeriksa pelapor dan kemudian dua orang saksi yang diajukan oleh pelapor, dan satu lagi nanti ini adalah dari pengemudi (terlapor) yang kemarin sempat diamankan oleh kepolisian," ucap Ketua Bawaslu DIY, Bagus Sarwono, Selasa (24/4/2019).
Bagus menerangkan, pelapor kasus ini adalah pegawai yang bertugas di tim inafis Polda DIY. Sementara dua orang saksi yang diajukan pelapor juga merupakan anggota kepolisian. Adapun pelapor secara resmi melapor ke Bawaslu DIY pada 18 April silam.
Sementara terlapor adalah Muhammad Lisman Pujakesuma. Puja, begitu Muhammad Lisman Pujakesuma akrab disapa terjaring OTT Polda DIY di wilayah Sleman. Dia diamankan karena di dalam mobil yang dikendarainya terdapat uang Rp 1,5 miliar.
"Terlapor (Puja) ya yang kemarin pengemudi yang mobilnya membawa sejumlah uang, kemudian diamankan oleh kepolisian itu. Kalau soal porsinya apa dan seterusnya nanti kan kita dalami di klarifikasi, termasuk kita kroscek," tutur Bagus.
Dalam OTT itu, aparat memang menaruh curiga terhadap Puja. Alasannya di dalam mobilnya terdapat uang pecahan Rp 100 ribu sejumlah Rp 1,5 miliar, bahkan sebagian sudah di dalam amplop. Uang ini dicurigai akan pakai untuk politik uang.
"Itu (uang Rp 1,5 miliar berupa pecahan) Rp 100 ribuan. Sebagian (berada di dalam) amplop, sebagian tidak, sebagian besar tidak," jelasnya.
Bagus belum bisa menyimpulkan apakah uang tersebut memang diperuntukkan untuk politik uang atau tidak. Kini, pihaknya hanya memiliki waktu 14 hari pascapelaporan untuk menyimpulkan ada tidaknya pidana pemilu dalam kasus tersebut.
"Itu yang coba kita dalami apakah ada perbuatan yang melanggar terkait dengan masa tenang (Pemilu 2019). Yaitu setiap pelaksana, petugas dan peserta kampanye dilarang memberikan uang atau material lainnya kepada pemilih," katanya.
Pengusutan kasus ini, kata Bagus, mengacu pada undang-undang nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu.
"Itu (kalau terbukti bersalah) ancaman pidananya adalah maksimal empat tahun (penjara) dan denda maksimal Rp 48 juta rupiah," tutupnya. - PT Kontak Perkasa
"Kita lagi memeriksa pelapor dan kemudian dua orang saksi yang diajukan oleh pelapor, dan satu lagi nanti ini adalah dari pengemudi (terlapor) yang kemarin sempat diamankan oleh kepolisian," ucap Ketua Bawaslu DIY, Bagus Sarwono, Selasa (24/4/2019).
Bagus menerangkan, pelapor kasus ini adalah pegawai yang bertugas di tim inafis Polda DIY. Sementara dua orang saksi yang diajukan pelapor juga merupakan anggota kepolisian. Adapun pelapor secara resmi melapor ke Bawaslu DIY pada 18 April silam.
Sementara terlapor adalah Muhammad Lisman Pujakesuma. Puja, begitu Muhammad Lisman Pujakesuma akrab disapa terjaring OTT Polda DIY di wilayah Sleman. Dia diamankan karena di dalam mobil yang dikendarainya terdapat uang Rp 1,5 miliar.
"Terlapor (Puja) ya yang kemarin pengemudi yang mobilnya membawa sejumlah uang, kemudian diamankan oleh kepolisian itu. Kalau soal porsinya apa dan seterusnya nanti kan kita dalami di klarifikasi, termasuk kita kroscek," tutur Bagus.
Dalam OTT itu, aparat memang menaruh curiga terhadap Puja. Alasannya di dalam mobilnya terdapat uang pecahan Rp 100 ribu sejumlah Rp 1,5 miliar, bahkan sebagian sudah di dalam amplop. Uang ini dicurigai akan pakai untuk politik uang.
"Itu (uang Rp 1,5 miliar berupa pecahan) Rp 100 ribuan. Sebagian (berada di dalam) amplop, sebagian tidak, sebagian besar tidak," jelasnya.
Bagus belum bisa menyimpulkan apakah uang tersebut memang diperuntukkan untuk politik uang atau tidak. Kini, pihaknya hanya memiliki waktu 14 hari pascapelaporan untuk menyimpulkan ada tidaknya pidana pemilu dalam kasus tersebut.
"Itu yang coba kita dalami apakah ada perbuatan yang melanggar terkait dengan masa tenang (Pemilu 2019). Yaitu setiap pelaksana, petugas dan peserta kampanye dilarang memberikan uang atau material lainnya kepada pemilih," katanya.
Pengusutan kasus ini, kata Bagus, mengacu pada undang-undang nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu.
"Itu (kalau terbukti bersalah) ancaman pidananya adalah maksimal empat tahun (penjara) dan denda maksimal Rp 48 juta rupiah," tutupnya. - PT Kontak Perkasa
Sumber : detik.com